'' Jatuhlah hai sang air, dari langit atas ridho Sumbermu, basahi keringnya tanah gersang, lubangi batu-batu yang bebal, berilah minum hausnya kebunku, sehingga berbuah manfaat''
see also my diary: WATERPOURED-MULTIPLY
Saturday, March 03, 2007
[KFTS]: Shaf-shaf yang Terurai
Setelah memarkirkan motornya, Lie berjalan tenang menuju tempat berwudhu' di sebuah langgar. Sambil berwudhu', Lie mendengar suara iqomah dari ruang shalat. Dengan kata lain mungkin kali ini ia harus bermasbuk.
Berjalan ia tak tergesa menuju ruang shalat, lalu mendapati seorang makmum duduk di halaman tidak turut shalat dengan sang imam. Ia adalah Pak Suhail, 'pelanggan' rutin langgar itu. Maka merupakan sebuah pemandangan yang tidak biasa jika ia tidak ikut berjamaah.
Lalu Lie pun menegurnya dengan salam lalu bertanya.
''Tidak shalat Pak?''
''Saya tidak mau bershalat dengan mereka!''
Lie pun tercengang.
''Lihatlah Nak! Karpet untuk shalat telah diganti dengan yang baru...''
Lie pun seketika menyadarinya dan memperhatikan karpet baru tersebut. Karpet itu mirip sajadah yang bersambungan, tidak seperti karpet lama yang hijau polos tak bermotif.
''Lihatlah! Tiap orang sudah punya kavling-kavlingnya sendiri. Lihatlah shaf-shaf mereka! Bahu-bahu dan ujung-ujung jari kaki mereka tak bersentuhan. Padahal sang imam telah mengisyaratkan untuk merapatkan shaf... Mereka seakan ego tak mengikuti suruhan sang imam...Mereka kira mereka sudah merapatkan barisan...''
Lie pun terdiam, menyepakati pernyataan Pak Suhail.
''Saya sedih... melihat kenyataan bahwa ini sama halnya apa yg terjadi pada umat kita saat ini... Mereka berkelompok-kelompok dan ego dengan masing-masing kelompoknya sendiri. Silaturahim pun menjadi longgar... Tak rapat lagi... Tak bersentuhan lagi...''
Lie terhenyak dengan kesedihan Pak Suhail. Merinding ia membayangkan metafora tersebut.
''Setelah ini... sebaiknya kita diskusikan dengan imam saja tentang hal itu... Namun sekarang saya jadi bingung...''
''Kenapa bingung Nak?''
''Apakah saya ikut bershalat dengan mereka atau tidak sekarang...?''
Lie bisa saja ikut berjamaah merapatkan barisannya sendiri dengan jamaah terdekat. Namun ia memikirkan Pak Suhail yang tidak mendapatkan shalat berjamaah.
''Bapak tetap tidak shalat dengan mereka?''
''Tidak akan!''
''Kalau begitu saya masbuk dulu ya Pak?... Saya coba dorong jamaah di belakang dari arah kanan supaya shaf rapat... Jika tidak berhasil dan bapak tetap tidak mau berjamaah dengan mereka... Tepuk bahu saya saja...! Jadi bapak juga dapat bershalat berjamaah saat ini... Daripada shalat sendiri, pahala berjamaah khan lebih banyak...'' ajak Lie tersenyum lebar hingga gusinya terlihat.
''Iya Nak...'' jawab Pak Suhail sembari tersenyum pula.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
Saya pun merasakan 'kekhawatiran' yang sama sebetulnya, tapi tetap saja shalat berjama'ah juga jangan dipandang karena 'derajatnya' yang tinggi saja, meskipun berkavling-kavling dan tidak lagi 'dekat', tapi kan tetap bersama-sama. Bahkan, Rasulullah pun tidak melarang kita berimam kepada yang melakukan bid'ah tentunya agar bisa tetap berjama'ah.
syukron atas tanggapannya... sebenarnya tulisan ini arahnya lebih ke makna metaforanya... Lie dan Pak Suhail sendiri memiliki pemahaman berbeda dalam menghadapi 1 kasus... namun dapat saling mengerti akan perbedaan itu...
Post a Comment