Friday, April 07, 2006

ABG: 'Anak' Baru 'Ghiroh'


Pada saat akan naik ke kelas 2 SMU, aku merasa jenuh dengan kegiatan Ekstrakurikuler yang aku jalani. English Club. Ada keinginan untuk mengganti kegiatan itu dengan kegiatan lainnnya. Yang lebih santai dan menyenangkan.

Untuk kegiatan Paskibraka sepertinya sudah telat. Kalau ikut kegiatan olah raga seperti Basket dan Voli, kurang menarik menurutku, walaupun badanku sebenarnya besar. Apalagi yah? Karya Ilmiah Remaja, Melukis, Pecinta Alam, ROHIS dan Paduan Suara. Lalu katanya akan dibuka kegiatan baru, yaitu PMR. Duh, makin pusing saja untuk memilih.

Akupun berkesempatan sekedar mampir di Mushollah sekolah. Mencoba-coba mempelajari kegiatan ROHIS di sana. Apalagi sudah lama absen dari kegiatan 'ngaji' sejak akhir SD. Kadang jadi suka terkenang-kenang dengan jaman-jaman masih 'TPA' dulu di Ujung Pandang.

ROHIS, kegiatan yang menarik. Anak-anaknya secara umum juga menyenangkan. Kegiatannya pun bermanfaat.

Tapi datang kekecewaan. Beberapa dari mereka nampak keras dan terasa kasar jika mengobrol denganku. Tidak nyaman rasanya seperti digurui dan dihakimi. Dan yang tambah kecewanya, ketika orang yang habis menceramahiku itu ternyata sangat berbeda jika sudah berada di luar lingkaran. Corong ternyata tak sejalan dengan pangkalnya. Tanpa berpikir panjang, aku lalu memilih kegiatan PMR dan Paduan Suara.

***

Semasa kuliah, aku isi hari-hariku tidak hanya dengan kuliah. Namun juga dengan kegiatan organisasi kemahasiswaan dan Band Kampus. Senang, tapi terasa hampa. Seperti ada sesuatu yang hilang. Sesekali aku mengalihkan pandangan ke arah Masjid Kampus. Memperhatikan kegiatan-kegiatan LDK. Namun akupun menutup mata dari kenyataan itu. Rasa kesal masih meraja.

Tiba-tiba sebuah Masjid baru berpijak di sebelah rumahku. Undangan melayang ke tanganku untuk turut berpartisipasi dalam pembentukan pengurus Remaja Masjidnya.

Akupun terpilih sebagai ketua umum. Apa aku 'cerewet' pada saat musyawarah? Atau karena aku bukan anak komplek apalagi bukan anak kampung? Yah sudahlah, jalankan saja tanggung jawab ini. Banyak suara yang memilih, artinya akan banyak pula bantuan dari mereka selama memimpin dalam kala 2 tahun.

Alhamdulillah, kegiatan pun berjalan. Di mulai dengan kegiatan pengajian rutin. Banyak pengetahuan berguna yang aku cerna disini. Sampai-sampai kegiatan organisasi kemahasiswaan kutinggalkan, dan kegiatan Band kukurangi.

Akupun semakin berapi-api. Bersemangat beraktivitas di organisasi kecil ini. Semakin banyak dan bervariasi kegiatan yang kami adakan. Tak luput momen-momen islam maupun nasional yang terisi dengan acara.

Seiring berjalannya waktu, seperti ada perubahan dalam perilakuku. Kalau ada yang salah di mataku dan tidak sesuai dengan agama, akupun bertindak dengan tegas. Tak ada kata 'berperasaan' lagi dalam kamusku.

Kesabaranku pun mencapai puncaknya ketika pengajian rutin semakin lesu dan sepi dihadiri. Karena tak ingin orang lain memadamkan semangatku yang meletup-letup ini, akupun bertindak terlalu jauh dan berlebihan.

Aku tiba-tiba tersadar. Tuturku dan sikapku pun terasa lebih keras. Apa yang telah terjadi pada diriku?

''Hehehehe... Itu namanya lagi proses... Tenang!'' jawab seorang adik kelas di SMU dulu yang sempat aktif di ROHIS, dan sekarang ikut aktif membantuku di organisasi ini.

Hah? Proses? Aku tidak mengerti.

Jawaban senada pun terlontar dari Ustadz di Masjid itu, ''Sabar...! Maklum kamu masih muda begini... Semangat muda itu selalu berkobar-kobar, apalagi mempertahankan sesuatu yang diyakininya... Tidak apa-apa kok... Bukan suatu yang aneh... Cuman lagi proses... Tinggal diarahkan saja kok...''

Iya, proses. Untuk menjadi bijak itu memang perlu proses yang memakan waktu. Kadang cepat, kadang lambat. Dan kadang ada pasang surutnya untuk mencapai konsistensi (istiqomah).

Suatu yang wajar, semangat yang meletup-letup dimiliki oleh setiap orang, apalagi masih muda atau pemula sekalipun. Ia berdiri di depan dan membela sesuatu yang ia yakini dan cintai. Jika ada yang merusaknya, tak sungkan-sungkan ia pun siap 'berperang'.

Tak heran, hal ini juga terjadi pada para muallaf. Setelah mereka 'kembali', semangat merekapun berkobar-kobar tinggi. Berlomba-lomba dan bersaing untuk mengejar ketertinggalannya dari muslim yang sudah sejak orok berislam.

***

Selama studi di Jerman ini, aku tak lupa turut aktif dalam kegiatan pengajian di kotaku. Jama'ahnya pun beragam. Dari yang muda hingga lanjut usia. Dari yang baru pertama kali ikut pengajian sampai yang sudah sepuh.

Sekarang aku suka tersenyum jika melihat seorang muda maupun pemula yang punya semangat (ghiroh) besar. Maklum adanya, jika di antara mereka ada yang bersikap keras. Adapula yang di dalam lingkaran bersikap begini dan di luar lingkaran bersikap begitu. Dan maklum pula, jika ada di antara mereka bersemangat untuk berdakwah, walau pengetahuannya masih hijau sekalipun.

Hmmm.... ABG, 'Anak' Baru 'Ghiroh'. Akupun sendiri saat ini masih merasa seperti itu kadang-kadang.

Tidak mengapa dan tidak aneh. Namanya juga lagi proses. Bentuk pengarahan di dalam pengajian toh masih berlanjut hingga ke liang lahat. Pengajian adalah semacam bentuk Inkubator. Bebagai macam latar belakang disatukan dalam satu visi. Kami sama-sama belajar menjadi bijak dan membumi. Kami belajar menjadi lemah lembut, namun juga tegas. Jika ada yang salah, kami saling memperbaiki. Jika ada yang benar, kami saling menjaga. Moga istiqomah kami makin bertambah-tambah dan terjaga langkah demi langkah.

1 comment:

Anonymous said...

AssaLamualaykum Mas Depoy,

Tapi mas, Salut justru ama ABG-ABG jaman sekarang, yang penting semangatnya mas. Jusru pelajaran yang terbaik dari seseorang adalah ketika orang itu mengajar org lain.
Semisal, seorang anak ngasih tahu temennya, "temen,jangan buat B ya!"
Nah, krn si Anak ini sudah berani ngajarin sama temennya untuk nggak buat B, masa sih dia sendiri bakal berani2 buat B? mindestens, dia pasti mikir2 dan malu untuk buat B, iya kan?

So, ABG2 jaman sekarang, semangat terus d, tapi jangan lupa, sambil mengisi yah :-)