Friday, July 28, 2006

Ssst!! Diam!!! ... Eh!.. Yahhhh.. Sia2 Deh!


Di hari Jum'at yang raya, seperti biasanya tempat-tempat sholat penuh sesak oleh jamaah. Kadang suka terbesit di hati beberapa perutin yang merindukan suasana: ''Coba saja setiap sholat fardhu berjamaah dipenuhi seperti ini. Alangkah indah dan kompaknya terlihat di mata hingga ke hati. Kini keutamaan Subuh dan Ashar pun sirna.''

Khotib pun berdiri memulai khotbahnya di sebuah Musholla SMP 85 Pondok Labu. Suaranya yang lantang seakan tak mampu mengalahkan desas-desus suara percakapan yang memecah keheningan. Kekhusyu'an yang selalu diidam-idamkan.

''Dang! Ntar gw tunggu lo di pos satpam. Kita jalan, ok?? Kepala gw dah butek neh ama ujian tadi. Lo tau sendiri khan Bu Ratna itu killer banget, pasti deh soal ujiannya dibikin susah..... Apalagi dia khan sukanya... bla... bla... bla....'' cerocos Bekti tanpa malu-malu.

Dadang tidak peduli dengan ''Gosip Show''-nya Bekti, dan tetap dengan seksama menyimak Khotbah. Matanya tetap ke depan tak melirik sedikitpun ke arah Bekti.

''Dang! Aduh tadi gw salah jawab tuh soal nomer 3 pas ujian tadi... Harusannya khan gini... bla... bla...'' lanjut Bekti.

Dadang memicingkan matanya dan memangku dagunya pada tangan, lalu pura-pura tidur. Dadang pikir hal itu akan menghentikan si Bekti.

''Bek...! Ssst diem napa? Berisik amat seh lo! Lagi jum'atan juga...'' potong Jaenal sambil berbisik.

''Dang...!!! Sombong amat seh loh....! Diajak ngobrol juga...'' Bekti makin panas

Dadang sedikit beranjak menjauh maju setengah shaf.

''Wooooyyyyyy!!!!'' bentak Bekti.

Suasana seketika hening ''Ziiiiiiiiiiiinngggg!!!!''. Hati sang Khotib sangat kacau seperti mendengar 'Balon Hijau Meletus' hingga terdiam sesaat.

Suasanapun menjadi ramai ber-was wis wus wes wos.

''Ssstt!!!''
''Aaaahhh... Gak tau malu apa!''
''Anak kelas 2 E yah?''
''Abis jumatan gw tampol lo!!!''
''Nah lo... nah lo.. nah lo.. nah lo...!''

Sang Khotib seketika melanjutkan khotbahnya, mencoba menandingi suara-suara fals tersebut.

Muka Bekti memerah hingga ditundukkannya. Dadang dan Jaenal memalingkan muka dari arah Bekti, pura-pura tidak kenal.

*****

Selepas 'jum'atan', Bekti 'menoyor' kepala Dadang.

''Kenapa seh tadi gw ajak ngobrol kagak mao?'' tanya Bekti 'bete'.

''Yeeee...!!! Elo tuh yang rusuh... Gawat lo... Sakit lo ape! Pas khotbah kok ngobrol'' timpal Jaenal membela Dadang.

''Iya bek... Masak lo gak dengerin Pak Ali pas Pelajaran Agama Islam sebelon ujiannya Bu Ratna... Elo seh suka gak meratiin pelajaran. Ngobrol mulu ato baca komik. Pelajaran lo gak peratiin, giliran ujian aja lo perhatian... Gak heran gw kalo lo jadi kalang kabut dan gak bisa nyelesein soal...!'' kata Dadang sambil 'menoyor' balik.

''Emang kenapa?''

''Khotib itu menyampaikan pelajaran buat kita. Nah... Pas Khotbah tuh gak boleh ngobrol ato berkata-kata apalagi berkata ''Diam!'' sekalipun... Sholat Jum'at lo bisa sia-sia dan gak dapet pahala... Apalagi banyak ulama yang mengharamkan, jadi malah berdosa deh....''

''Heh? Jadi tadi gw ikutan salah juga dong Dang?'' kata Jaenal khawatir.

''Asyik jadinya gw ada temennya dunks.'' kata Bekti sambil merangkul Jaenal.

''Huss!!! Gitu ajah lo seneng...Udah bikin salah juga... Malu tuh dipiara dikit...'' canda Dadang sambil memberantaki rambut Bekti.

''Wooooyyyyy!!!''



Dari Abu Hurairah. Bahwa Nabi saw. telah bersabda: ''Apabila engkau katakan diam kepada temanmu pada hari jum'at sewaktu imam berkhotbah, maka sesungguhnya engkau telah menghapus pahala sholat Jum'atmu.'' (Riwayat Bukhari)

Dar Ibnu Abbas r.a., bahwa Nabi saw. bersabda: ''Barangsiapa yang berbicara pada hari Jum'at di waktu imam berkhotbah, maka ia adalah seperti keledai yang memikul kitab, sedang siapa yang mengingatkan orang itu dengan kata-kata 'diamlah', maka tidak sempurnalah Jumatnya.'' (Hadits Riwayat Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, Bazzar dan Thabrani.)

Dari Abu Hurairah r.a., Nabi saw. bersabda:''Apabila engkau mengatakan kepada temanmu pada hari Jumat sewaktu imam sedang berkhotbah: 'Diamlah', maka engkau telah melakukan hal yang sia-sia.'' (Hadits Riwayat Jama'ah selain Ibnu Majah).

Tuesday, July 25, 2006

[Save Palestine]: The Truth - Peace, Propaganda & The Promised Land

Ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di Palestina? Silahkan tonton ulasan dari para banyak pengamat, terutama yang berasal dari Amerika, yang akan membeberkan semua apa yang sebenarnya terjadi, yang selalu ditutup-tutupi oleh pemerintah israel, amerika, bahkan media pers dunia.

Masihkah anda percaya dengan dunia?

Descriptions:
Peace, Propaganda & the Promised Land provides a striking comparison of U.S. and international media coverage of the crisis in the Middle East, zeroing in on how structural distortions in U.S. coverage have reinforced false perceptions of the Israeli-Palestinian conflict. This pivotal documentary exposes how the foreign policy interests of American political elites--oil, and a need to have a secure military base in the region, among others--work in combination with Israeli public relations strategies to exercise a powerful influence over how news from the region is reported. Through the voices of scholars, media critics, peace activists, religious figures, and Middle East experts, Peace, Propaganda & the Promised Land carefully analyzes and explains how--through the use of language, framing and context--the Israeli occupation of the West Bank and Gaza remains hidden in the news media, and Israeli colonization of the occupied terrorities appears to be a defensive move rather than an offensive one. The documentary also explores the ways that U.S. journalists, for reasons ranging from intimidation to a lack of thorough investigation, have become complicit in carrying out Israel's PR campaign. At its core, the documentary raises questions about the ethics and role of journalism, and the relationship between media and politics.



NB: Jika tidak bisa dibuka silahkan buka link ini: http://video.google.com/videoplay?docid=-7828123714384920696

Sunday, July 16, 2006

[Curhat]: Tak Seperti yang Kumau...


Sebelum saya mencapai papan pengumuman hasil thesis, salah satu profesor datang menghampiri saya dengan tiba-tiba. Menyampaikan kabar dengan berat hati, bahwa saya diberi kesempatan penambahan 1 semester lagi sebagai kesempatan terakhir oleh Dewan Komisi untuk merampungkan proyek saya secara maksimal. Menurut mereka, proyek perkotaan yang seharusnya dikerjakan oleh 2 orang dalam satu kelompok itu, namun saya kerjakan sendirian (single fighter), belum mencapai kata layak untuk bisa diluluskan semester ini.

Saya tidak bisa berkata apa-apa, hanya terdiam terpaku dengan wajah terkejut. Sesekali menahan air mata yang ingin keluar segera. Kegalauan dan kekecewaan menggrogoti. Sambil menerawang ke masa 1 semester yang saya habiskan sebelumnya ternyata tidak membuahkan hasil untuk lulus di semester ini. Tertahanlah sudah gambaran tanah air. Tertahanlah sudah harapan-harapan masa depan. Semua tak seperti yang kumau... Akhirnya tangispun memecah keheningan...

Sang profesor berusaha menyenangkan hatiku dengan menawarkan bantuan semampunya agar di semester depan proyek saya bisa diluluskan. Beliau juga akan bertindak langsung sebagai pembimbing rutin selama proses itu. Tak tanggung-tanggung beliau akan memberikan bantuan untuk perpanjangan VISAku, walau tak bisa membantu masalah finansialku.

Namun itu belum mampu mengobati hatiku yang menjadi melemah ini. Sepertinya tidak ada pilihan lain, selain menerima tawaran beliau. Akhirnya saya mengiyakan tawaran itu, tanpa berpikir panjang lagi. Dengan berharap kesempatan tersebut akan mendatangkan kebaikan untukku.

Saya berjalan terhoyong-hoyong menghampiri teman-temanku. Mereka lalu mencoba menyabarkanku dengan kata-kata yang menyenangkan dan menenangkan hati, sampai air matakupun mengering.

Dengan keletihan hati sampailah saya di rumah dengan segera menghadapNya. Sekali lagi aku bercermin diri. Lalu meminta ampunan dan pertolonganNya. Diri ini hanya bisa pasrah akan suratanNya. Memohon kebaikan pada kesempatan kedua kalinya. Memang inilah yang Ia mau, dan ada misteri kebaikan di dalamnya. Biarkanlah seperti yang Ia mau, karena saya ingin tetap yakin denganNya. Bahwa ada kebaikan yang akan menunggu kelak. Kebaikan yang akan mengganti kesedihanku.

Maafkan saya, ya kedua orangtuaku. Sekali lagi aku menancapkan duri kembali. Cobaanku malah menjadi cobaanmu juga. Hamba kini kembali memohon restu darimu untuk kesekian kalinya. Dukungan darimu kan kujadikan teman perjalanan usahaku kembali.

Maafkanlah ya sahabat-sahabatku. Saya mengecewakan tiap-tiap doa yang kaupanjatkan untukku.

Moga Allah melapangkan hatiku dan memudahkan usahaku untuk kesempatan kedua yang terakhir ini.

Monday, July 10, 2006

Jerat Seruling Gembala Pendusta


Di saat kau merasa sulit
Aku kan datang menghampirimu
Membebaskanmu dari belenggu semu
Memudahkan jalan hidupmu

Di saat kau kesepian dalam kesedihan
Aku kan menjadi sahabat terbaikmu
Membuang ragu terhadap keyakinan lugu
Menuntunmu ke jalan pencerahan baru

Di saat kau membutuhkan petunjuk
Aku kan memanis-maniskan lidahku
Hingga tenang perasaanmu
Hingga kau yakin dosa itu palsu

Di saat kau berjalan dalam kehidupan
Aku kan menanggalkan pesona paham lalu
Hingga terbuka lebar-lebar matamu
Akan pikatan dunia yang maju

Aku bukan pendusta apalagi penipu
Bukan seperti pendendang sok suci itu

Aku tiada maksud berburuk kepadamu
Melainkan menyelamatkanmu dari kandang kotor itu

Selamat datang kawan...
Kekecewaanku juga kekecewaanmu
Mari baku senda dengan sang wahyu
Meraih peradaban gemilang dunia ini yang dirindu

Saturday, July 08, 2006

Suraumu Kini, Ya Nabi...


Ya Nabi...
Suraumu kini rapuh dari pijakannya
Kokohnya lemah ditinggalkan pengikutmu sadar tak sadar
Beban tersalur tak merata pada para penopangnya
Bahkan selubung menipis tak mampu membentengi

Ya Nabi...
Suraumu kini coreng moreng dengan luka
Megahnya pudar diludahi caci maki dan kejahilan
Segala seruan dan ikutan menjadi musuh
Nafsu keakuan adalah suatu kemajuan dan kejayaan

Ya Nabi...
Suraumu kini telah asing dari setiap kerumunan
Kumandang adzan merambat dalam hampa udara
Shaf-shaf tak lagi disesakkan oleh bahu yang beradu
Senandung cahaya dikaburkan dalam gelap

Ya Nabi...
Suraumu kini telah aku benar-benar saksikan
Inikah jelmaan kesedihanmu sebelum perpisahan itu?

***

Ya Nabi...
Walau begitu besarnya kerinduan kami terhadapmu
Walau seribu dari kami belum mampu menyeimbangkanmu
Hanya kesabaran yang bisa menyenangkan hati kami
Hanya sisa-sisa silaturahim yang bisa menguatkan kami

Hingga keimanan merajai
Bukanlah masa, apalagi manusia

Cukup bagi kami agama kami...