Friday, February 10, 2006

Matinya Kreativitas ?



''Dan bila dikatakan kepada mereka: 'Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi', mereka menjawab: Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan'. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.'' (QS. 2:11-12)


Kreativitas adalah proses inovatif mewujudkan suatu ide menjadi nyata. Produk yang dihasilkan semata-mata untuk pemecahan masalah-masalah kemanusiaan. Tak dipungkiri ia berperan penting bagi kemajuan sebuah peradaban. Televisi, mobil, radio, dan lain sebagainya adalah beberapa contoh hasil dari proses ini, yang telah mendatangkan manfaat dan kebaikan bagi penggunanya (konsumen).

Namun apabila produk tersebut cacat dan tidak bisa dinikmati manfaatnya, maka akan mendatangkan kerugian bagi konsumen. Oleh karena itu perlu adanya controlling dan batasan-batasan (standarisasi dan etika) dalam proses tersebut, apakah produk tersebut layak digunakan atau tidak. Karena jika produk kreatif ini malah mendatangkan kerugian atau pengrusakan, maka ia tidak layak untuk dikonsumsi atau bisa divonis sebagai produk yang gagal.

Dengan itu, maka kreativitas memerlukan adanya tanggung jawab dengan menanggalkan egoisitas. Produsen harus bersikap secara bijak selama proses kreatif tersebut, dengan melihat faktor-faktor acuan terutama lingkungan dan kemanusiaan dan dampak-dampak yang akan ditimbulkan darinya, yang dihadapi kini maupun yang akan datang. Sikap berkreasi dengan penuh tanggung jawab inilah semata-mata sebagai bentuk perlindungan kepada konsumen. Jika konsumen merasa dirugikan, maka creatornya bisa dituntut.

Tetap hidupnya kreativitas dalam diri seorang arsitek walau dengan batasan

Sebagai seorang arsitek yang bergelut dengan dunia bangunan, tidak dengan segampangnya bersikap semau gue. Justru mereka dituntut secara bijaksana memecahkan persoalan dengan batasan faktor-faktor yang harus menjadi bahan perhatian, yaitu secara sempit: Lingkungan (fisik dan sosial-budaya), Manusia (aktivitas, fisiologi dan psikologi), dan Bangunan (teknologi dan keindahan). Namun betuk ''pengekangan'' ini sama sekali tidak membatasi gerak sang arsitek untuk bertindak kreatif. Justru batasan ini malah menjadi sesuatu yang menyenangkan untuk dicarikan pemecahannya. Mereka bermain dengan nyaman dilingkup ini untuk menghasilkan produk yang win win solution , fungsional namun juga indah.

Jika mereka egois dan greedy, maka tak heran walau seaneh apapun bangunan yang ia desain, malah tidak bisa dibangun karena secara ilmu sipil tidak masuk akal, malah tidak mendatangkan fungsi dan menjadi sia-sia, malah jika dibangun tidak bertahan lama dan gampang rusak, malah merusak dan mencemari lingkungan, malah menggusur pemukiman rakyat dan merusak tatanan dan struktur regional dan perkotaan, dan lain-lain sebagainya. Yang dihasilkan bisa jadi indah dan tiada duanya, namun lebih banyak tidak mendatangkan perbaikan dan manfaat.

Kreativitas dalam seni musik

Seorang pemusik pasti tahu, bahwa apapun aliran musik yang dibawakan, bagaimanapun aransemenya, apapun alat musik yang digunakan, ataukah bagaimanapun sang penyanyi berimprovisasi dalam membawakannya, namun harus tetap pada tune atau kunci nada yang ditentukan. Jika fals maka akan menjadi rancu dan rusaklah tatanan musik tersebut.

Namun sangat disayangkan para pemusik hanya berkutat pada tema-tema yang itu-itu saja, yaitu tema tentang ''cinta dua sejoli''. Bukankah ini bentuk ''pengekangan'' dan ''pemasungan'' kreativitas yang sangat nyata. Bukankah masih banyak tema-tema lainnya yang cukup luas jangkauannya dan sangat lebih bermanfaat, seperti tema kemanusiaan dan ketuhanan yang bisa diangkat untuk dijadikan sumber inspirasi untuk brekreasi. Seni malah menjadi pemuas nafsu, namun bukan pemuas hati. Aneh ?

''... Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.'' (QS. 2: 216)


Beberapa contoh diatas menunjukkan, bahwa tidaklah benar jika batasan-batasan menjadikan kreativitas mati, apalagi batasan itu bersumber dari Sang Maha Pemilik Kebenaran dan UtusanNya. Justru manusia bisa lebih berkreasi didalam batasan tersebut, karena dengan begitu bisa ditemukan solusi yang lebih bijak. Dengan begitu pula kita bisa menghasilkan karya-karya yang mendatangkan kebaikan dan manfaat bagi kehidupan manusia dengan rasa tanggung jawab yang besar, di dunia maupun di akhirat.

''Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikit pun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.'' (QS. 14: 18)

''Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar mengahalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk''. (QS. 43: 37)


''Katakanlah: 'Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?'. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.'' (QS. 18:103-104)

Jika kreativitas secara bebas dipaksakan (kebablasan), maka yang dihasilkan bukanlah suatu kemajuan, namun justru benar-benar suatu kemunduran, karena sifatnya negatif. Maka kreativitas tanpa batas bukanlah suatu yang inovatif, melainkan egoisitas belaka. Egoisitas manusia sebenarnya hanyalah mendatangkan kesia-siaan bagi dirinya maupun diri orang lain, baik di dunia maupun di akhirat. Sungguh manusia hanyalah berkeinginan untuk memuaskan nafsunya semata.

* sebagai respon atas sikap-sikap beberapa pribadi yang menolak UU Pornografi dan Pornoaksi

No comments: